Malam itu, seorang dosen Universitas Terbuka membuka pesan tugas dari mahasiswanya seperti biasa. Namun kali ini, bukan file digital yang muncul di layar, melainkan foto-foto lembaran kertas bergaris dengan tulisan tangan yang rapi dan penuh ketekunan. Di sudut salah satu lembar, terselip pesan sederhana dari seorang mahasiswi bernama Sisilia.
Tanpa keluhan, Sisilia menjelaskan bahwa ia tidak memiliki laptop pribadi. Namun keterbatasan itu tidak menghalanginya untuk tetap menyelesaikan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu. Sikapnya yang sopan, tulus, dan penuh tanggung jawab membuat sang dosen terdiam. Dari selembar tulisan tangan, tersirat perjuangan seorang pelajar yang tak menyerah pada keadaan.
Kisah Sisilia pun menyebar luas dan menyentuh hati banyak orang. Di tengah era digital, semangat belajar dan dedikasi seperti inilah yang menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan soal fasilitas, melainkan tekad dan ketulusan.
Banyak warganet yang memberikan dukungan dan apresiasi atas usaha Sisilia. Tak sedikit pula yang berharap agar ia mendapat bantuan perangkat belajar agar bisa lebih mudah mengakses materi dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah.
Kisah ini menjadi cermin bahwa di balik angka statistik pendidikan, ada wajah-wajah perjuangan yang nyata. Sisilia adalah satu dari banyak pelajar Indonesia yang terus melangkah, meski dengan keterbatasan. Dan dari tulisan tangannya, kita belajar bahwa semangat tak selalu datang dari kemudahan, tapi dari kemauan untuk terus berusaha.





0 komentar:
Posting Komentar