Jumat (25/10/13), Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol Sutarman dilantik sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal Pol Timur Pradopo. Prosesi ini langsung dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta Pusa.
Bursa calon Kapolri selalu menarik, begitu juga dengan alasan penggantian Kapolri. Tak cuma karena peremajaan, pensiun atau rotasi. Kadang kental juga dengan nuansa politik.
Dalam sejarah pergantian Kapolri, kisah menarik saat Kapolri Jenderal Hoegeng diberhentikan Presiden Soeharto. Banyak pihak serta motif politik ada di belakang pencopotan ini.
Kapolri Hoegeng dicopot Soeharto.
Awal mau dilantik sebagai Kapolri, Hoegeng memang sudah tak cocok dengan Soeharto. Tahun 1968, Hoegeng menghadap Soeharto yang saat itu Soeharto
meminta agar polisi tak lagi bertugas di medan tempur. Dulu memang
Brigade Mobil ( Brimob ) Polri terjun di berbagai pertempuran seperti TNI, mulai
operasi Trikora di Papua, hingga Dwikora di Pedalaman Kalimantan.
Apa jawaban Hoegeng ? "Kalau begitu angkatan lain juga jangan mencampuri tugas angkatan kepolisian," kata Hoegeng tegas. Soeharto
terdiam mendengarnya. Demikian ditulis dalam buku Hoegeng, Oase
menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan
Bentang.
Sepak terjang Hoegeng sebagai Kapolri kala itu membuat kroni keluarga Cendana mulai terusik. Apalagi sejumlah kasus diduga melibatkan orang-orang dekat Soeharto. Puncak perseteruan itu, Soeharto
mencopot Hoegeng sebagai Kapolri tanggal 2 Oktober 1971. Baru tiga
tahun, Hoegeng menjabat. Seharusnya masih ada dua tahun lagi.
Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Jenderal Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun.
Terkait pergantian Kapolri, Hoegeng menghadap Soeharto, dan menanyakan perihal pencopotannya. Secara tersirat Soeharto berkata tak ada tempat untuk Hoegeng lagi. Sebagai gantinya Soeharto
menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di
negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap
Orde Baru. Hoegeng menolaknya.
Ada beberapa penyebab kenapa Hoegeng diganti. Salah satunya kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi.
Kasus
itu sangat fenomenal pada akhir periode 1960an sampai awal 1970an.
Robby adalah anak muda yang menyelundupkan ratusan mobil mewah ke
Indonesia. Mulai Roll Royce, Jaguar, Alfa Romeo, BMW, Mercedes Benz dan
lain-lain. Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan
kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Diduga ada keterlibatan kroni
keluarga Cendana dalam kasus ini.
Selain itu kasus pemerkosaan
seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta. Anak seorang
pejabat dan seorang anak pahlawan revolusi diduga ikut menjadi
pelakunya.
Proses di pengadilan berjalan penuh rekayasa.
Sumarijem yang menjadi korban malah menjadi tersangka. Hoegeng bertekad
mengusut tuntas kasus ini. Dia siap menindak tegas para pelakunya walau
dibekingi pejabat.
Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus
Sumarijem.
Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib
Terlepas dari kisah pencopotan Jenderal Hoegeng sebagai Kapolri saat itu.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar
menilai sulit sekali mencari petinggi Polri sejujur Jenderal Hoegeng.
Para polisi jujur sering tidak mendapat tempat di posisi komando atau
posisi strategis.
Maka walau sulit, semoga saja Kapolri Jenderal Sutarman yang baru dilantik bulan oktober kemarin bisa meneladani Jenderal Hoegeng.
0 komentar:
Posting Komentar