Masyarakat saat ini juga kurang asupan serat dari buah, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan.
Di samping itu, pola hidup sebagian masyarakat juga berubah. Aktivitas fisik mereka berkurang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi untuk penduduk mengalami obesitas meningkat 19,7 persen untuk dewasa pria dan 32,9 persen untuk dewasa wanita.
Melihat kecenderungan tersebut tak heran jika prevalensi penyebab penyakit tidak menular (PTM) juga semakin meningkat. Di antaranya, prevalensi penderita diabetes mellitus tipe 2 meningkat menjadi 2,1 persen, prevalensi stroke meningkat menjadi 12,1 persen, serta prevalensi penderita hipertensi meningkat menjadi 9,5 persen.
Selain itu, catatan WHO mengatakan epidemi diabetes sudah menjadi ancaman global. Negara berkembang seperti Indonesia tak lepas dari ancaman penyakit ini dengan segala komplikasi medis yang menghantuinya. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation tahun 2012, Indonesia masuk peringkat ketujuh penyandang diabetes terbanyak di dunia dengan rentang usia 20 sampai 79 tahun.
Keadaan klinis penderita diabetes yang terkait nutrisi, yaitu badan kurus (wasting) karena cara dietnya tidak benar. Ada pula yang mengalami kegemukan karena keseimbangan zat gizi yang salah. Ada pula yang terkena gangguan penyembuhan luka karena defisiensi zinc dan trace element lain.
Diabetesi juga menderita neuropati karena defisiensi vitamin B kompleks dan defisiensi vitamin antioksidan. Diabetesi pun banyak yang mengalami makro dan mikro angiopati yang merupakan akibat defisiensi vitamin B-6, asam folat, dan sianokobalamin, serta defisiensi vitamin antioksidan.
Porsi makan
Untuk pencegahan dan penanggulangan meningkatnya PTM, seperti diabetes, maka diperlukan pola hidup sehat dan gizi seimbang. Ada empat pilar gizi seimbang sesuai anjuran Kemenkes RI, yaitu mengonsumsi pangan beraneka ragam sesuai kebutuhan, membiasakan pola hidup sehat, melakukan aktivitas fisik secara teratur, serta memantau dan mempertahankan berat badan normal. Selain itu, terapkan gizi seimbang.
Marilah mensyukuri dan nikmati aneka ragam makanan. Makanan pokok pun sebaiknya divariasikan. Lalu, perbanyak makan sayuran dan cukupi asupan buah-buahan. Biasakan untuk mengonsumsi lauk yang mengandung protein tinggi. Batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak.
Selain itu, biasakan sarapan dan minum air putih yang cukup. Demi keamanan pangan, biasakan membaca label pada kemasan. Lantas, cuci tangan pakai sabun dengan air bersih yang mengalir serta lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal.
Untuk panduan konsumsi makan sehari-hari dapat mengikuti panduan tumpeng gizi seimbang. Takaran untuk sajian sekali makan cukup setengah piring sayur dan buah dengan porsi sayur sebanyak tiga perlima dan buah sebanyak dua perlima.
Lima puluh persen porsi untuk makanan utama dan lauk. Perbandingannya, tiga perlimanya makanan utama dan dua perlima lainnya lauk.
Sebaiknya, hindari pola makan “sekali makan banyak”. Itulah pola makan yang baik. Sebagai solusinya, distribusikan kebutuhan nutrisi harian menjadi makan enam kali dalam sehari. Caranya dengan tiga kali makan utama dan tiga kali camilan.
Jumlah kalori makanan tertentu dengan komposisi yang sehat dan terbagi dalam frekuensi lebih dari tiga kali sehari menghasilkan kontrol gula darah yang lebih baik daripada bila diberikan dengan frekuensi kurang dari tiga kali sehari. Kalau frekuensi rendah maka kontrol gula darah juga rendah.
Hal tersebut dibuktikan dalam berbagai studi. Ada keuntungan metabolik yang diraih dengan meningkatkan frekuensi makan. Respons kadar gula darah pada tubuh akan lebih stabil bagi orang yang makan utama dan makan camilan dibandingkan dengan yang hanya tiga kali makan tanpa camilan.
Serum insulin, serum C peptide, trigliserida, dan asam lemak jenuh juga menjadi rendah. Sebaliknya, ketika kadar gula darah tidak stabil, merangsang tubuh untuk makan dengan porsi yang besar dan menimbulkan risiko terjadinya obesitas.
Untuk mengontrol kadar gula darah, bukan hanya frekuensi makan yang harus dijaga. Porsi makan, keragaman jenis makanan, dan kualitas makan juga perlu diperhatikan.
Porsi makan sebaiknya tidak besar dan berkualitas baik, misalnya tidak tinggi lemak, glicemic index (GI) yang rendah, serta tinggi serat. Bisa juga konsumsi makanan gandum utuh, buah, biji-bijian, dan kacang-kacangan, serta konsumsi karbohidrat tanpa glikemik (makanan berserat, resistant starch, oligo-fructosaccharide).
Frekuensi makan, jumlah, dan tipe makanan juga merupakan hal terpenting dalam menentukan perubahan sekresi insulin. Konsumsi pangan yang mengandung serat pangan dan GI rendah dapat mengurangi kadar serum lemak dan memperbaiki metabolisme karbohidrat.
Diet rendah GI dapat memperbaiki kontrol gula darah dan membantu pengendalian sindroma metabolik dan beberapa penyakit degeneratif.
Untuk frekuensi makan, dianjurkan makan besar tiap pukul 08.00, 13.00, dan 19.00 WIB. Makanan ringan dapat disantap di antara waktu makan besar. Paling tidak setiap tiga sampai tiga jam setengah ada sesuatu yang dimakan.
sumber : plasamsn
0 komentar:
Posting Komentar